Aceh, kopelmanews.com – Di tengah hiruk-pikuk kehidupan yang penuh tekanan, mulai dari tugas kuliah yang menumpuk, tekanan pekerjaan, hingga konflik relasi sosial, kita sering kali merasa kewalahan, mudah marah, atau merasa cemas tanpa sebab yang jelas. Semua ini berkaitan erat dengan kemampuan kita dalam mengatur emosi atau emotional regulation.
Regulasi emosi adalah kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan emosi secara tepat. Dalam psikologi barat, regulasi emosi sering dikaitkan dengan teknik kognitif seperti reframing atau mindfulness. Namun dalam Psikologi Islam, kita mengenal pendekatan yang jauh lebih dalam dan menyentuh sisi spiritual manusia, yaitu dzikir dan shalat.
Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman, “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram” (QS. Ar-Ra’d: 28). Dzikir, sebagai bentuk mengingat Allah, bukan hanya ibadah ritual semata, tetapi juga sebuah metode menenangkan jiwa yang telah terbukti memberikan efek psikologis positif.
Dalam kondisi stres, menyebut nama Allah dengan kesadaran penuh bisa menurunkan ketegangan, memperlambat detak jantung, dan memunculkan rasa damai. Proses ini dapat dijelaskan melalui teori neuropsikologi, di mana aktivitas spiritual seperti dzikir dapat merangsang bagian otak yang bertanggung jawab atas keseimbangan emosi, seperti sistem limbik.
Sementara itu, shalat merupakan bentuk regulasi emosi yang bersifat holistik. Tidak hanya mengandung gerakan fisik yang ritmis dan terstruktur, tetapi juga melibatkan konsentrasi, penghayatan makna bacaan, serta kepasrahan kepada Tuhan. Gerakan sujud dalam shalat, misalnya, secara ilmiah mampu menurunkan tekanan darah dan memberikan efek relaksasi yang mendalam. Dalam sudut pandang psikologi Islam, ini menjadi bentuk terapi spiritual yang memulihkan kestabilan batin manusia.
Lebih dari sekadar teknik pengendalian emosi, dzikir dan shalat mengajak manusia untuk menyandarkan diri kepada Sang Pencipta. Inilah yang membedakan pendekatan Islam dengan psikologi sekuler. Psikologi Islam memandang manusia bukan hanya sebagai makhluk biologis dan sosial, tetapi juga makhluk spiritual yang memiliki hubungan eksistensial dengan Allah SWT.
Dengan demikian, dzikir dan shalat bukanlah solusi terakhir saat masalah datang, melainkan bagian dari gaya hidup spiritual yang konsisten. Ketika keduanya dilakukan dengan penuh kesadaran (khusyuk dan ikhlas), maka kedamaian bukan lagi sesuatu yang dicari, melainkan hadir sebagai akibat alami dari hubungan vertikal yang harmonis.
Jadi, jika emosi Anda sedang tidak stabil, cobalah kembali ke dua hal mendasar ini: dzikir dan shalat. Karena dalam tenangnya hati yang mengingat Allah, tersimpan kekuatan besar untuk menghadapi kerasnya kehidupan.