Aceh, kopelmanews.com – Menulis abstrak sering kali dianggap hanya langkah kecil dalam proses menulis karya ilmiah, padahal bagian ini adalah wajah pertama yang dilihat pembaca. Abstrak menjadi ringkasan padat yang mewakili keseluruhan isi tulisan, mulai dari latar belakang, tujuan, metode, hasil, dan kesimpulan. Sayangnya, banyak penulis pemula menganggapnya sepele dan akhirnya menghasilkan abstrak yang terlalu umum, tak informatif, atau bahkan tidak nyambung dengan isi utama.
Salah satu kesalahan umum adalah menulis abstrak seperti pengantar, bukan ringkasan isi. Abstrak seharusnya disusun setelah tulisan selesai agar bisa merangkum semuanya secara utuh. Jika ditulis lebih dulu, abstrak cenderung spekulatif dan tidak mencerminkan hasil penelitian. Maka, penting untuk menulis abstrak terakhir demi menampilkan gambaran menyeluruh yang akurat dan aktual.
Selain itu, penulis perlu menjaga struktur logis saat menyusun abstrak. Susunan yang baik mencakup lima unsur utama: latar belakang, tujuan, metode, hasil, dan kesimpulan. Tanpa urutan yang jelas, pembaca bisa bingung dan kehilangan arah. Karena itu, memakai kerangka atau format standar sangat membantu menjaga kejelasan dan alur pikiran.
Dalam dunia akademis, abstrak mestinya ditulis dengan singkat, padat, dan jelas. Kalimatnya jangan bertele-tele, penuh jargon, atau samar. Pakailah kalimat yang langsung to the point, dan hindari pengulangan. Idealnya, panjang abstrak hanya 150 hingga 250 kata. Bila lebih dari itu, pembaca bisa kehilangan minat sebelum chegar ke inti tulisan.
Dengan kata lain, abstrak bukan cuma formalitas, tapi jendela pertama yang menentukan pembaca mau lanjut atau tidak. Abstrak yang tajam menunjukkan penulis mampu merangkum gagasan dengan cepat. Karena itu, meluangkan waktu untuk menulisnya dengan serius adalah langkah bijak yang berdampak positif pada keseluruhan karya ilmiah.