Aceh, kopelmanews.com – Pasar Aceh, yang dulunya merupakan ikon ekonomi rakyat di Kota Banda Aceh, kini justru memprihatinkan. Sebanyak 285 dari 500 unit toko di pasar Aceh telah gulung tikar, meninggalkan koridor-koridor sepi yang sebelumnya penuh dengan huru-hara pembeli. Hal ini memunculkan persoalan, kenapa bisa sampai segawat ini?
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi, seperti biaya sewa dan operasional toko yang melonjak tinggi, tembus hingga Rp 25 juta per tahun, berbanding terbalik dengan langkah kaki yang semakin minim melewati koridor-koridor pasar. Selain itu fasilitas pasar juga mulai rungkuh, dapat dilihat dari beberapa eskalator dan toilet yang sudah tidak berfungsi. Tak heran mengapa hal ini semakin menambah derita pedagang kecil yang mati-matian berjuang di tengah menurunnya daya beli masyarakat.
Lantas bagaimana solusinya? Untuk membangkitkan kembali kondisi Pasar Aceh yang sudah mengalami kemerosotan ini perlu tindakan yang pasti, seperti menyesuaikan tarif sewa toko agar tidak terlalu mencekik para pedagang. Kemudian, memperbaiki fasilitas pasar yang sudah rusak demi menjaga kenyamanan para pembeli. Membenahi konsep pasar juga perlu dilakukan dengan menjadikan Pasar Aceh sebagai pasar tematik untuk menarik daya minat pembeli. Tak hanya itu, pemerintah juga seharusnya turut memfasilitasi pelatihan digital, terutama kepada para pedagang yang masih buta teknologi. Terlebih lagi masyarakat sekarang yang sudah terbiasa dengan sistem belanja online. Oleh karena itu, hal ini perlu dilakukan agar pelaku UMKM dapat bertahan dan berkembang di era digital.
Jadi dengan begitu, ketika para pedagang sudah mampu bertahan maka Pasar Aceh tidak hanya menjadi ikon, tetapi juga menjadi harapan besar di masa yang akan datang..