Aceh, kopelmanews.com – Ikatan Mahasiswa Alumni Dayah Aceh (IMADA) kembali menggelar Kajian Beranda Malam pada pertemuan ke-2, yang menghadirkan sosok inspiratif, Waled Rusli Daud, S.HI, M.Ag., selaku Pimpinan Dayah Mishrul Huda Malikussaleh, sebagai pemateri. Dalam kajian bertema “Berani Berqurban,Gak Cuma Putus Tapi IklasGak”, Waled mengajak seluruh peserta untuk menyelami makna terdalam dari ibadah qurban, bukan sekadar menyembelih hewan.
Menurut Waled, qurban bukan hanya aktivitas memutuskan daging dari tubuh hewan, namun lebih dari itu, merupakan simbol pemutusan ketergantungan kita terhadap dunia, ego, serta keinginan pribadi. Qurban adalah bentuk totalitas penyerahan dan ketaatan kepada Allah SWT, yang harus dilandasi oleh niat dan ketakwaan.
Mengutip hadis Nabi Muhammad SAW “Innamal a‘mālu binniyyāt” (Sesungguhnya segala amal tergantung pada niatnya), Waled menegaskan bahwa ibadah qurban pun tidak terlepas dari pentingnya niat yang tulus. Dalam pelaksanaannya, qurban bukan hanya ritual formalitas, tetapi manifestasi keikhlasan dan kepedulian terhadap sesama, khususnya kaum fakir miskin.
Salah satu poin penting yang disampaikan adalah mengapa daging qurban dibagikan sebelum dimasak. Hal ini bertujuan agar daging tersebut bisa dimanfaatkan secara fleksibel oleh penerima (fakir miskin), bahkan dijual jika dibutuhkan, karena telah menjadi hak milik mereka.
Selain sebagai bentuk pengorbanan, qurban juga merupakan wujud rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan. Syukur, menurut Waled, tidak hanya diucapkan, melainkan diwujudkan dengan menggunakan seluruh pemberian Allah sesuai dengan hikmah penciptaan.
Lebih lanjut, Waled menekankan bahwa Islam sejatinya adalah agama penyerahan diri secara total kepada Allah. Seorang muslim seharusnya merasa rendah di hadapan-Nya dan membentuk karakter yang taat serta bertakwa.
Dalam sesi tanya jawab, muncul pertanyaan tentang standar kemampuan dalam berqurban. Waled menjelaskan bahwa standar kemampuan seseorang untuk berqurban serupa dengan zakat fitrah—yaitu berdasarkan kemampuan pada hari itu. Ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa seseorang wajib berqurban jika memiliki kelebihan harta selama hari tasyrik.
Waled juga mengutip sabda Rasulullah SAW: “Barang siapa yang memiliki kelapangan rezeki tetapi tidak mau berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat kami beribadah.” Ini menunjukkan betapa seriusnya perintah berqurban bagi yang mampu. Bahkan, Imam Syafi’i pernah menyatakan bahwa beliau tidak memberikan dispensasi bagi orang yang mampu tetapi enggan berqurban.
Menjawab pertanyaan lain, Waled menegaskan pentingnya amanah dan transparansi panitia dalam pelaksanaan qurban. Setiap panitia harus menjaga kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat, agar nilai ibadah qurban tetap terjaga, baik secara lahir maupun batin.
Kajian ini diakhiri dengan refleksi bersama, bahwa qurban bukan hanya tentang hewan yang disembelih, tapi tentang hati yang diserahkan dan ego yang ditaklukkan.