Close Menu
    What's Hot

    Sikap Mahasiswa Aceh di Libya atas Polemik 4 Pulau Aceh

    06/15/2025

    Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry Gelar Talkshow Internasional Series 2, “Phobia Pernikahan dari Tiga Belahan Dunia”

    06/01/2025

    Komunitas SAN Gelar Rapat Kerja dan Sosialisasi Pasar Modal Indonesia Bersama Korea Investment & Sekuritas Indonesia

    05/04/2025
    Facebook X (Twitter) Instagram
    Minggu, Juni 15
    Facebook X (Twitter) Instagram
    kopelmanews.comkopelmanews.com
    Demo
    • Home
    • Nasional
    • Internasional
    • Politik
    • Pendidikan
    • Ekonomi
    • Olahraga
    • Kesehatan
    • Hiburan
    • Teknologi
    • Otomotif
    • Redaksi
    kopelmanews.comkopelmanews.com
    Home » Bumi Tak Butuh Kita Tapi Kita Butuh Bumi
    Opini

    Bumi Tak Butuh Kita Tapi Kita Butuh Bumi

    admin@kopelmanews.comBy admin@kopelmanews.com06/12/2025Updated:06/12/2025Tidak ada komentar1,032 Views
    Facebook Twitter Pinterest LinkedIn WhatsApp Reddit Tumblr Email
    Penulis, Nurlaila Afra Salsabila, Mahasiswa Program Studi Psikologi, Universitas Islam negeri Ar-Raniry Banda Aceh.
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email

    Aceh, kopelmanews.com – Akhir-akhir ini, kita diingatkan bahwa manusia bukanlah pusat alam semesta. Gelombang panas melanda India dan Eropa, kebakaran hutan terus terjadi di berbagai belahan dunia, dan cuaca terasa semakin tidak menentu terlalu panas, terlalu dingin, atau tiba-tiba berubah drastis. Di tengah semua itu, muncul sebuah kalimat yang akrab di telinga kita tetapi jarang direnungkan: “Bumi tak butuh kita, tapi kita butuh bumi.” Kalimat yang kedengarannya sederhana ini, sebenarnya memiliki makna yang dalam dan menyinggung kesombongan manusia selama ini.

    Apa Yang di Maksud dengan bumi tidak butuh kita, tapi kita butuh bumi?

    Bayangkan sejenak, jika manusia tidak ada, Bumi akan tetap berputar seperti biasa. Hutan akan tumbuh lebat, hewan akan berkembang biak secara alami, udara mungkin akan lebih bersih, dan lautan bisa menjadi lebih jernih. Bahkan ketika pandemi COVID-19 melanda dan aktivitas manusia menurun drastis, kita sempat menyaksikan langit yang tampak lebih biru, sungai yang mulai jernih kembali, serta turunnya tingkat polusi udara. Hal ini seolah-olah menunjukkan bahwa alam memiliki cara untuk memulihkan diri saat tekanan dari aktivitas manusia berkurang. Bukan berarti manusia tidak penting, tetapi kenyataannya, alam bisa tetap berjalan tanpa kita. Justru, manusialah yang sangat bergantung pada keseimbangan alam, seperti pada udara bersih dari pepohonan, air segar dari sumber-sumber alami, tanah yang subur untuk bercocok tanam, serta iklim yang mendukung kehidupan.

    Fakta dan Data Kondisi Bumi Pada Saat Ini

    Manusia adalah makhluk yang sangat bergantung pada alam, namun di saat yang sama manusia memiliki tuntutan yang besar terhadapnya. Kita bergantung pada oksigen dari pepohonan, air yang bersumber dari pegunungan, makanan yang tumbuh di tanah, serta keseimbangan ekosistem yang rumit tapi rentan. Namun, kondisi lingkungan saat ini menunjukkan berbagai tantangan. Laporan IPCC mencatat bahwa suhu global terus meningkat dan semakin mendekati batas kritis.

    Di Indonesia, rekor suhu panas tercatat dalam beberapa tahun terakhir. Polusi udara di kota-kota besar seperti Jakarta juga menjadi perhatian, bahkan sempat berada di peringkat tertinggi untuk kualitas udara terburuk di dunia. Selain itu, deforestasi masih terjadi dalam skala besar data dari Kementerian Lingkungan Hidup mencatat kehilangan hutan lebih dari 100 ribu hektar setiap tahunnya. Masalah lain seperti pencemaran laut oleh sampah plastik, penurunan kualitas air sungai, serta krisis air bersih di beberapa wilayah akibat kerusakan lingkungan, turut memperlihatkan betapa pentingnya pengelolaan alam yang berkelanjutan.

    Paradoksnya, Justru Manusialah Yang Merusaknya!!

    Namun, di tengah ketergantungan kita pada alam, aktivitas manusia justru sering kali berdampak negatif terhadap keseimbangannya. Penebangan hutan untuk berbagai kepentingan seperti perkebunan dan pembangunan terus terjadi, sampah plastik mencemari lautan, dan eksploitasi sumber daya alam dilakukan dalam skala besar untuk memenuhi kebutuhan hidup modern.

    Dalam sistem pembangunan yang terus dikejar atas nama kemajuan, pertumbuhan sering kali berlangsung tanpa mempertimbangkan batas kemampuan alam. Gaya hidup manusia kadang mencerminkan sikap kurang peduli terhadap lingkungan tempat kita tinggal. Padahal, Bumi adalah satu-satunya tempat yang kita miliki untuk hidup, dan menjaga kelestariannya berarti menjaga masa depan kita sendiri.

    Dampak nya Apa?

    Dampak dari krisis lingkungan kini bukan lagi sesuatu yang abstrak atau jauh dari kehidupan sehari-hari. Bukan hanya mencairnya es di kutub yang terasa jauh bagi banyak orang melainkan juga hal-hal yang langsung memengaruhi kehidupan, seperti kenaikan harga pangan, kesulitan mendapatkan air bersih, suhu udara yang semakin tinggi, dan meningkatnya penyebaran penyakit. Bahkan secara psikologis, sejumlah anak muda mulai mengalami kecemasan terkait kondisi lingkungan, karena merasa masa depan mereka terancam oleh situasi bumi yang kian memburuk.

    Lalu apakah Semuanya Sudah Terlambat? bagaimana Solusinya?

    Apakah semuanya sudah terlambat? Tidak. Masih ada waktu, asalkan kita mulai dengan menyadari satu hal mendasar: manusia bukanlah penguasa Bumi, melainkan bagian dari ekosistem yang saling terhubung. Selama kita memandang alam semata-mata sebagai sesuatu yang dapat dimanfaatkan tanpa batas, maka kerusakan akan terus terjadi. Kini saatnya untuk beralih ke cara hidup yang lebih seimbang bukan hanya melalui tindakan simbolis seperti mengganti sedotan plastik, tetapi juga dengan mengubah cara pandang kita terhadap hubungan antara manusia dan lingkungan.

    Perubahan bisa dimulai dari langkah-langkah sederhana: mengurangi konsumsi berlebihan, mendukung kebijakan yang berpihak pada kelestarian lingkungan, serta membangun kesadaran akan pentingnya keberlanjutan sejak dini. Yang paling penting adalah berhenti melihat Bumi sebagai sumber daya yang bisa diambil terus-menerus, dan mulai melihatnya sebagai tempat tinggal bersama yang harus dijaga.

    Pada akhirnya, pertanyaannya bukan apakah Bumi akan kehilangan kita, tetapi apakah kita bisa bertahan tanpa Bumi yang sehat.

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email
    admin@kopelmanews.com
    • Website

    Related Posts

    Mengapa Kita Perlu Berhenti Menyamakan Bahasa Arab dengan Arab Melayu

    06/15/2025

    Kesadaran Kesehatan Meningkat, Tapi Apakah Gaya Hidup Kita Sudah Mengikutinya?

    06/15/2025

    Self-Harm: Saat Remaja Berteriak dalam Diam

    06/14/2025
    Leave A Reply Cancel Reply

    Top Posts

    Ketenangan Jiwa dalam Zikir dan Doa

    05/09/20252,665

    Kenapa Gen Z Gampang Overthinking?

    06/12/20251,156

    Bumi Tak Butuh Kita Tapi Kita Butuh Bumi

    06/12/20251,032

    Menjaga Ruh Al-Mudarris (Jiwa Guru) Tetap Menyala di Era Artificial Intellegence

    11/26/2024532
    Don't Miss
    Opini

    Mengapa Kita Perlu Berhenti Menyamakan Bahasa Arab dengan Arab Melayu

    By admin@kopelmanews.com06/15/20254

    Yang terjadi sebenarnya adalah sebuah prestasi intelektual yang luar biasa. Nenek moyang kita mengambil sistem aksara Arab—yang dirancang untuk bahasa Semitik dengan struktur yang sangat berbeda—dan dengan jenius mereka adaptasi untuk bahasa Austronesia seperti Melayu

    Sikap Mahasiswa Aceh di Libya atas Polemik 4 Pulau Aceh

    06/15/2025

    Kesadaran Kesehatan Meningkat, Tapi Apakah Gaya Hidup Kita Sudah Mengikutinya?

    06/15/2025

    Self-Harm: Saat Remaja Berteriak dalam Diam

    06/14/2025
    Stay In Touch
    • Facebook
    • Twitter
    • Pinterest
    • Instagram
    • YouTube
    • Vimeo
    • LinkedIn
    • TikTok
    • Threads

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from SmartMag about art & design.

    About Us
    About Us

    KOPELMANEWS
    Jl. Teuku Nek, Lamtheun, Kec. Darul Imarah, Kabupaten Aceh Besar, Aceh

    We're accepting new partnerships right now.

    Email Us: admin@kopelmanews.com
    Contact: +62 851 1720 2024

    Facebook X (Twitter) YouTube WhatsApp
    Our Picks

    Mengapa Kita Perlu Berhenti Menyamakan Bahasa Arab dengan Arab Melayu

    06/15/2025

    Sikap Mahasiswa Aceh di Libya atas Polemik 4 Pulau Aceh

    06/15/2025

    Kesadaran Kesehatan Meningkat, Tapi Apakah Gaya Hidup Kita Sudah Mengikutinya?

    06/15/2025
    Most Popular

    Ketenangan Jiwa dalam Zikir dan Doa

    05/09/20252,665

    Kenapa Gen Z Gampang Overthinking?

    06/12/20251,156

    Bumi Tak Butuh Kita Tapi Kita Butuh Bumi

    06/12/20251,032
    Stats
    © 2025 KN Team
    • Home
    • Buy Now

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.