Aceh, kopelmanews.com – Mempublikasikan artikel di jurnal ilmiah sering dianggap sebagai puncak dari proyek penelitian. Namun, banyak peneliti pemula merasa frustrasi akibat penolakan naskah mereka meskipun telah mengolahnya dengan data dan analisis yang substansial. Dalam banyak kasus, penolakan tidak hanya berkaitan dengan kualitas konten, tetapi lebih kepada kelalaian untuk memenuhi beberapa kriteria universal yang telah ditetapkan oleh jurnal target. Salah satu persyaratan krusial adalah keselarasan pengiriman dengan tujuan dan ruang lingkup, yang sangat penting karena jurnal hanya akan menerima pengiriman yang berada dalam disiplin mereka. Menyusun artikel yang kuat tetapi mengirimkannya ke jurnal yang fokusnya tidak sejalan berarti waktu terbuang.
Selain itu, penulisan ilmiah mengikuti pola struktural tertentu, yang berfungsi sebagai titik pemeriksaan penting selama evaluasi. Sebuah naskah di mana bagian-bagiannya tidak mengalir secara logis—seperti pengantar tanpa konteks yang mengarah ke sana, metode yang kurang detail, atau kesimpulan yang tidak merespons apa yang diajukan sebelumnya—akan sulit dianggap sebagai karya akademik yang utuh. Kejelasan dalam organisasi memberikan manfaat lebih dari sekadar penyederhanaan bagi pembaca; ia menunjukkan keseriusan serta kompetensi penulis—dan terlalu sering adalah sesuatu yang jauh dari kenyataan. Masalah lain yang sering dijumpai adalah kualitas bahasa.
Kesalahan ketik dan kalimat yang berbelit-belit atau struktur kalimatnya membingungkan dapat mengakibatkan sebuah artikel tidak dipahami, bahkan menimbulkan risiko penolakan pada tahap awal penyaringannya (desk rejection). Bahasa merupakan alat komunikasi dan dalam hal ini sebagai komunikator ilmiah. Seberapa kuat suatu penelitian berargumentasi, jika menggunakan metodologi bahasa sebagai alat komunikasi yang tajam, maka isi pesan tidak akan tersampaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis perlu melakukan serangkaian usaha untuk menjelaskan logika pemikiran di dalam tulisannya dengan jelas mengikuti kaidah akademik.
Penting juga diingat mengenai masalah konsistensi dalam sitasi dan penggunaan referensi. Literatur dari mana kutipan diambil harus diambil dari literatur yang memiliki kredibilitas tinggi dan relevan serta terbaru. Tidak sedikit jurnal bereputasi yang sangat ketat ketika berurusan dengan daftar pustaka penggunanya. Penolakan bisa terjadi akibat penggunaan format sitasi yang tidak sesuai pedoman yang ditetapkan oleh jurnal. Dengan demikian, langkah sederhana namun sangat menentukan adalah mendalami panduan penulisan dahulu sebelum mengirimkan artikel ke berbagai jurnal terindeks cita.
Menghindari menyalin karya orang lain tanpa mencantumkan sumber hingga mengambil tanpa memparafrase kalimat terlalu banyak juga menjadi persoalan tak kalah penting yaitu plagiarisme, baik secara langsung maupun tidak disengaja. Hal ini merusak reputasi akademisi pengarang karangan tersebut. Saat ini sebagian besar jurnal mempunyai sistem otomatis pendeteksi plagiarisme, sehingga penting untuk menyusun argumen dan melakukan self-check sebelum artikel dikirimkan agar terhindar dari hal ini.
Akhirnya, penulis harus siap menghadapi proses peer review, yang melibatkan evaluasi oleh para ahli di bidang yang sama. Ini bukan hanya formalitas tetapi merupakan komponen kritis dari validasi ilmiah. Artikel yang kuat dalam metodologi dan logika cenderung bertahan di tahap ini, sementara yang kurang persiapan sering gagal pada titik ini. Oleh karena itu, penulis perlu memastikan bahwa karya mereka sepenuhnya siap baik dalam substansi maupun aspek teknis sebelum pengiriman.
Dalam contoh terakhir ini menggambarkan bahwa ide-ide inovatif saja tidak cukup untuk publikasi – melainkan kepatuhan pada semua kriteria spesifik juga diperlukan. Menulis untuk jurnal berarti menulis dalam kerangka terstruktur, mematuhi standar ketelitian ilmiah dan menghormati ketatnya akademik. Tentu saja, dengan mengenali persyaratan minimum ini di samping meningkatkan peluang untuk publikasi meningkatkan reputasi penulis di akademia.