Close Menu
    What's Hot

    Sikap Mahasiswa Aceh di Libya atas Polemik 4 Pulau Aceh

    06/15/2025

    Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry Gelar Talkshow Internasional Series 2, “Phobia Pernikahan dari Tiga Belahan Dunia”

    06/01/2025

    Komunitas SAN Gelar Rapat Kerja dan Sosialisasi Pasar Modal Indonesia Bersama Korea Investment & Sekuritas Indonesia

    05/04/2025
    Facebook X (Twitter) Instagram
    Senin, Juni 16
    Facebook X (Twitter) Instagram
    kopelmanews.comkopelmanews.com
    Demo
    • Home
    • Nasional
    • Internasional
    • Politik
    • Pendidikan
    • Ekonomi
    • Olahraga
    • Kesehatan
    • Hiburan
    • Teknologi
    • Otomotif
    • Redaksi
    kopelmanews.comkopelmanews.com
    Home » Islam dan Ketahanan Sosial Rakyat Libya dalam Dinamika Negara Pasca-Konflik
    Opini

    Islam dan Ketahanan Sosial Rakyat Libya dalam Dinamika Negara Pasca-Konflik

    admin@kopelmanews.comBy admin@kopelmanews.com05/20/2025Updated:05/20/2025Tidak ada komentar42 Views
    Facebook Twitter Pinterest LinkedIn WhatsApp Reddit Tumblr Email
    Penulis : Nurushshofa Hanifa Lubis, Mahasiswi Prodi Sejarah dan Kebudayaan Islam, Universitas Islam Negeri Ar – Raniry Banda Aceh
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email

    Aceh, kopelmanews.com – Sudah hampir satu setengah dekade sejak Muammar Gaddafi tumbang, namun Libya tahun 2025 belum juga menemukan jalan pulangnya. Negara ini masih berkutat dalam bayang-bayang perang saudara yang tak pernah benar-benar berakhir. Dua pemerintahan paralel—yang satu berbasis di Tripoli dan yang lain di Benghazi—masih bersaing untuk legitimasi. Milisi bersenjata masih menguasai sebagian besar wilayah. Sementara rakyat, yang lelah dengan konflik, kini menggantungkan harapan mereka bukan lagi pada negara, tetapi pada keimanan yang mereka jaga dalam diam.

    Masjid-masjid di Tripoli, Misrata, hingga kota tua Derna memang masih berdiri, tetapi banyak yang rusak, tak terurus, atau hanya menyala dengan lampu seadanya. Di tengah kekacauan ini, para imam tak lagi berdiri hanya sebagai pemuka agama, tetapi juga sebagai mediator konflik, guru, bahkan relawan bantuan kemanusiaan. Mereka menjadi benteng terakhir yang masih dipercaya masyarakat, ketika institusi politik, keamanan, dan hukum telah kehilangan fungsinya.

    Islam di Libya tahun 2025 bukan lagi wacana ideologis yang diperdebatkan di forum internasional. Ia hadir sebagai perisai sunyi yang menguatkan masyarakat untuk tetap hidup. Di banyak wilayah yang terisolasi akibat konflik, Al-Qur’an bukan hanya dibaca sebagai kitab suci, tetapi sebagai sumber ketenangan batin di tengah suara drone, ledakan, dan bayang-bayang milisi bersenjata yang datang sewaktu-waktu.

    Anak-anak di Benghazi dan Sirte tetap mengaji, meski bangku madrasah mereka kini diganti tikar lusuh di sudut rumah. Di beberapa kota, pelajaran agama disampaikan lewat aplikasi ponsel karena tidak ada guru tetap. Santri-santri kecil belajar dari hafalan suara orang tua mereka yang dulu pernah mengenyam pendidikan. Bahkan dalam ketiadaan listrik dan buku, Islam tetap diteruskan lewat suara dan ingatan.

    Dalam banyak keluarga, para ibu memainkan peran penting menjaga nilai-nilai agama. Mereka menjadi guru pertama di rumah, menyampaikan ajaran Islam bukan lewat buku, tetapi lewat lisan, lewat cerita Nabi di tengah makan malam yang seadanya. Dalam sunyinya dapur yang tidak lagi lengkap, para ibu menyelipkan doa-doa pendek di sela-sela kehidupan sehari-hari. Seolah-olah agama menjadi bahan pokok terakhir yang masih bisa disajikan dengan penuh cinta.

    Libya 2025 juga menyaksikan lahirnya gerakan dakwah digital dari para pemuda yang ingin membawa harapan di tengah hancurnya ruang publik. Di TikTok dan Instagram, muncul akun-akun keislaman dari remaja Benghazi dan Tripoli yang menyampaikan pesan-pesan motivasi Islami, nasihat kesabaran, hingga bacaan Al-Qur’an dengan latar video reruntuhan kota mereka. Bagi mereka, ini bukan hanya ekspresi iman, tapi juga perlawanan halus terhadap trauma perang.

    Namun tidak semua nyaman. Islam juga sedang diperebutkan oleh berbagai kelompok politik dan milisi. Di beberapa wilayah, fatwa menjadi alat legitimasi kekuasaan, dan para ulama ditekan untuk berpihak. Hal ini memunculkan fragmentasi di kalangan umat, antara mereka yang menjadikan agama sebagai alat kontrol, dan mereka yang menjadikannya sebagai sumber ketenangan dan solidaritas. Ini menambah luka dalam tubuh umat Islam di Libya.

    Meski demikian, masyarakat bawah tetap memilih jalan damai. Mereka menolak untuk menyeret agama ke dalam kekerasan. Di banyak kamp pengungsian internal, salat berjemaah dan sedekah sesama pengungsi menjadi penguat ikatan sosial. Di sini, Islam bukan hanya ibadah, tetapi juga solidaritas dalam keterasingan.

    Upaya pembangunan kembali Libya secara formal terus digembar-gemborkan oleh PBB, Uni Afrika, dan negara-negara donor. Tapi rakyat kecil tahu bahwa perubahan tidak datang dari konferensi, melainkan dari ketabahan sehari-hari. Dan dalam ketabahan itu, mereka menggenggam Islam seperti seseorang menggenggam nafas terakhir di tengah tenggelamnya kapal. Satu-satunya yang mereka punya, dan tidak bisa dirampas oleh siapa pun.

    Islam di Libya hari ini bukan Islam yang dipamerkan dengan retorika politik atau pembangunan masjid megah. Ini adalah Islam yang diam-diam hidup di antara reruntuhan, di antara luka yang tidak selesai, di antara keluarga-keluarga yang berjuang untuk tetap beriman di tengah dunia yang tampaknya melupakan mereka. Ini adalah Islam yang hidup, bukan sebagai simbol, tetapi sebagai kekuatan jiwa.

    Di tahun 2025 ini, dunia mungkin sudah mengalihkan perhatian dari Libya. Tapi rakyat Libya tidak menyerah. Mereka tetap berdiri, melangkah pelan, dan menyebut nama Allah di setiap langkah mereka. Tidak untuk menunjukkan kekuatan, tapi untuk tetap menjadi manusia di tengah dunia yang tampaknya kehilangan kemanusiaan.

    Ketika negara gagal hadir, dan dunia memilih lupa, Islam tetap menjadi satu-satunya yang tidak pergi dari kehidupan rakyat Libya. Mereka bertahan bukan karena kekuasaan, tetapi karena iman. Dan dalam iman itulah mereka menemukan harapan yang mungkin tidak besar, tapi cukup untuk melewati hari ini dan menyambut esok—meski dengan langkah yang terseok.

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email
    admin@kopelmanews.com
    • Website

    Related Posts

    Syakir Daulay: Generasi Muda Tabagsel di Perantauan Perlu Belajar Huruf Tulak Tulak

    06/16/2025

    Mengapa Kita Perlu Berhenti Menyamakan Bahasa Arab dengan Arab Melayu

    06/15/2025

    Kesadaran Kesehatan Meningkat, Tapi Apakah Gaya Hidup Kita Sudah Mengikutinya?

    06/15/2025
    Leave A Reply Cancel Reply

    Top Posts

    Ketenangan Jiwa dalam Zikir dan Doa

    05/09/20252,665

    Kenapa Gen Z Gampang Overthinking?

    06/12/20251,156

    Bumi Tak Butuh Kita Tapi Kita Butuh Bumi

    06/12/20251,032

    Menjaga Ruh Al-Mudarris (Jiwa Guru) Tetap Menyala di Era Artificial Intellegence

    11/26/2024532
    Don't Miss
    Top News

    Syakir Daulay: Generasi Muda Tabagsel di Perantauan Perlu Belajar Huruf Tulak Tulak

    By admin@kopelmanews.com06/16/20255

    Huruf tulak tulak atau yang sering kita dengar aksara Mandailing ini kan warisan leluhur kita dari Mandailing yang sudah ada sejak lama yang merupakan metamorfosa huruf Pallawa

    Mengapa Kita Perlu Berhenti Menyamakan Bahasa Arab dengan Arab Melayu

    06/15/2025

    Sikap Mahasiswa Aceh di Libya atas Polemik 4 Pulau Aceh

    06/15/2025

    Kesadaran Kesehatan Meningkat, Tapi Apakah Gaya Hidup Kita Sudah Mengikutinya?

    06/15/2025
    Stay In Touch
    • Facebook
    • Twitter
    • Pinterest
    • Instagram
    • YouTube
    • Vimeo
    • LinkedIn
    • TikTok
    • Threads

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from SmartMag about art & design.

    About Us
    About Us

    KOPELMANEWS
    Jl. Teuku Nek, Lamtheun, Kec. Darul Imarah, Kabupaten Aceh Besar, Aceh

    We're accepting new partnerships right now.

    Email Us: admin@kopelmanews.com
    Contact: +62 851 1720 2024

    Facebook X (Twitter) YouTube WhatsApp
    Our Picks

    Syakir Daulay: Generasi Muda Tabagsel di Perantauan Perlu Belajar Huruf Tulak Tulak

    06/16/2025

    Mengapa Kita Perlu Berhenti Menyamakan Bahasa Arab dengan Arab Melayu

    06/15/2025

    Sikap Mahasiswa Aceh di Libya atas Polemik 4 Pulau Aceh

    06/15/2025
    Most Popular

    Ketenangan Jiwa dalam Zikir dan Doa

    05/09/20252,665

    Kenapa Gen Z Gampang Overthinking?

    06/12/20251,156

    Bumi Tak Butuh Kita Tapi Kita Butuh Bumi

    06/12/20251,032
    Stats
    © 2025 KN Team
    • Home
    • Buy Now

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.