Aceh, kopelmanews.com – Dalam rangka menggali kembali peran dan kontribusi tokoh perempuan dalam dunia pendidikan di Aceh, sebuah Focus Group Discussion (FGD) bertema “Siti Sahara Lubis, Guru Perempuan Pertama di Aceh pada Abad 20” digelar di Gramedia Banda Aceh, (12/5/2025).
Kegiatan ini diinisiasi oleh Mandailing Global Edukasi dan NNB Tabagsel Aceh, dan menghadirkan sejumlah akademisi, sejarawan, serta praktisi pendidikan. Acara ini diikuti oleh peserta dari berbagai kalangan, mulai dari guru, mahasiswa, masyarakat yang berasal dari Mandailing, hingga pemerhati sejarah.
Diskusi ini bertujuan untuk mengangkat kembali sosok Siti Sahara Lubis yang selama ini secara umum belum di ketahui pelajar, komunitas mahasiswa, masyarakat aceh yang berasal dari kampung Mandailing bahkan masyarakat Aceh sendiri.

Pemateri pertama Yudi Andika menyampaikan “Siti Sahara Lubis adalah simbol perjuangan perempuan dalam pendidikan di masa penjajahan. Melalui FGD ini, kami berharap masyarakat Aceh, khususnya generasi muda, dapat mengenal dan menghargai jasa tokoh-tokoh pendidikan masa dulu dan termasuk Siti Sahara Lubis ini,” ujarnya
Pemateri kedua Fatimah Sara Fadilla selaku Pengelola Arsip BAST ANRI menyampaikan “Siti Sahara Lubis adalah guru perempuan di Aceh pada awal abad ke-20, lahir di Muara Sipongi tahun 1896 sebagai anak sulung dari Raja Amir Hasan Lubis, seorang jaksa kepala (Hoofdjaksa) di masa kolonial. Ia mulai sekolah di Panyabungan pada 1903 dan pada 1919 diangkat sebagai Onderwijzeres (guru wanita) setelah diminta oleh Gubernur Aceh melalui bantuan Gubernur Padang.
Tugas pertamanya dimulai di Koeta Radja (kini Banda Aceh) dan kemudian berlanjut ke berbagai daerah di Aceh seperti Samalanga, Bireun, Lhokseumawe, hingga Panton Labu. Di sana ia menikah dengan seorang pemuda Mandailing yang juga guru dan tokoh pergerakan. Karena aktivitas pergerakan tersebut diketahui Belanda, mereka akhirnya dipulangkan ke kampung halaman. Kiprah Siti Sahara Lubis mencerminkan peran penting perempuan dalam pendidikan dan perjuangan sosial-politik di masa kolonial, serta menjadi simbol emansipasi pendidikan perempuan di Aceh” Tegasnya

Siti Sahara Lubis dikenal sebagai perempuan pertama yang mengajar secara formal di Aceh pada awal abad ke-20, belisu juga memperkenalkan kepada masyarakat dan murid-muridnya tentang mandi dan berhias hingga makanan bulung gadung na iduda. kala itu akses pendidikan bagi perempuan masih sangat terbatas. Ia juga dikenal gigih memperjuangkan hak perempuan untuk belajar, bahkan ketika norma sosial dan tekanan budaya saat itu masih sangat konservatif.
FGD ini juga menghasilkan sejumlah rekomendasi,, antara lain perlunya penulisan biografi akademik Siti Sahara Lubis, penelusuran dokumen-dokumen ke berbagai lembaga pustaka, ANRI, Disbudpar, Museum dan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh.