Close Menu
    What's Hot

    Sikap Mahasiswa Aceh di Libya atas Polemik 4 Pulau Aceh

    06/15/2025

    Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry Gelar Talkshow Internasional Series 2, “Phobia Pernikahan dari Tiga Belahan Dunia”

    06/01/2025

    Komunitas SAN Gelar Rapat Kerja dan Sosialisasi Pasar Modal Indonesia Bersama Korea Investment & Sekuritas Indonesia

    05/04/2025
    Facebook X (Twitter) Instagram
    Senin, Juni 16
    Facebook X (Twitter) Instagram
    kopelmanews.comkopelmanews.com
    Demo
    • Home
    • Nasional
    • Internasional
    • Politik
    • Pendidikan
    • Ekonomi
    • Olahraga
    • Kesehatan
    • Hiburan
    • Teknologi
    • Otomotif
    • Redaksi
    kopelmanews.comkopelmanews.com
    Home » Menyentuh Batas: Menghidupkan Zone of Proximal Development dalam Pendidikan
    Opini

    Menyentuh Batas: Menghidupkan Zone of Proximal Development dalam Pendidikan

    Rahmat Sapaat SiregarBy Rahmat Sapaat Siregar04/26/2025Tidak ada komentar22 Views
    Facebook Twitter Pinterest LinkedIn WhatsApp Reddit Tumblr Email
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email

    Aceh, kopelmanews.com – Dalam membentuk kepribadian yang utuh, kita pasti merasakan momen-momen ketika kemampuan yang dimiliki diuji melampaui batas yang selama ini kita tuntut selama pendidikan. Itulah yang disebut dengan “menyentuh batas” sebuah titik rapuh antara apa yang kita bisa lakukan sendiri dan apa yang masih terasa sulit atau bahkan mustahil, bukan berarti tidak bisa.

    Dalam pendidikan, momen ini bukan sekadar kebetulan. Ia adalah bagian penting dari proses belajar, sebagaimana dijelaskan oleh Lev Vygotsky lewat konsep Zone of Proximal Development (ZPD). ZPD adalah wilayah di mana peserta didik berada sedikit di luar zona nyaman mereka: sebuah jarak antara kemampuan aktual (apa yang bisa mereka lakukan tanpa bantuan) dan kemampuan potensial (apa yang bisa mereka capai dengan bimbingan yang tepat).

    Menyentuh batas inilah yang menjadi jantung dari pembelajaran sejati. Ketika seorang siswa ditantang dengan tugas yang sedikit lebih sulit dari kemampuannya, namun masih mungkin dicapai dengan dukungan, maka proses perkembangan itu benar-benar terjadi. Tidak dengan paksaan, bukan pula dengan membiarkan mereka tenggelam dalam kesulitan, melainkan dengan kehadiran seorang guru, mentor, atau teman yang menjadi “penyangga” — memberi arahan seperlunya, lalu mundur perlahan saat siswa mulai mandiri.

    Konsep scaffolding (penopang belajar) inilah yang memperkaya penerapan ZPD di ruang-ruang pendidikan. Misalnya, ketika seorang guru bahasa Arab memberikan dialog sederhana yang bisa dikembangkan siswa menjadi percakapan yang lebih kompleks dengan sedikit panduan. Atau dalam matematika, saat seorang guru membimbing murid memahami konsep baru lewat contoh bertahap, hingga murid itu bisa menyelesaikan soal serupa secara mandiri.

    Namun sayangnya, praktik pendidikan kita sering kali mengabaikan pentingnya “ruang antara” ini. Banyak kurikulum dirancang terlalu linier—seolah-olah semua siswa bergerak dengan kecepatan yang sama. Sebaliknya, ZPD mengajarkan bahwa setiap peserta didik memiliki ritmenya sendiri. Ada yang cepat, ada yang lambat; ada yang butuh lebih banyak dorongan, ada yang hanya perlu sedikit sentuhan.

    Menghidupkan ZPD dalam pendidikan berarti menghormati proses, menghargai upaya, dan mempercayai pertumbuhan alami peserta didik. Ini berarti memberi tantangan yang realistis, menyediakan bantuan seperlunya, dan membangun kepercayaan bahwa dengan sedikit pertolongan, seseorang bisa melangkah lebih jauh dari yang ia bayangkan.

    Lebih dari itu, menerapkan ZPD adalah soal membangun hubungan: antara guru dan siswa, antara sesama teman belajar, bahkan antara siswa dengan dirinya sendiri. Karena pada akhirnya, pendidikan bukan sekadar tentang mengisi kepala dengan informasi, melainkan tentang menemani perjalanan manusia menembus batas-batas potensialnya.

    Dalam dunia yang serba cepat ini, godaan untuk mempercepat proses belajar sangat besar. Namun ZPD mengingatkan kita bahwa pertumbuhan sejati butuh waktu, kesabaran, dan kepekaan. Sama seperti pohon yang butuh musimnya sendiri untuk mengakar kuat, demikian pula manusia dalam perjalanan belajarnya.

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email
    Rahmat Sapaat Siregar
    • Instagram

    Related Posts

    Mengapa Kita Perlu Berhenti Menyamakan Bahasa Arab dengan Arab Melayu

    06/15/2025

    Kesadaran Kesehatan Meningkat, Tapi Apakah Gaya Hidup Kita Sudah Mengikutinya?

    06/15/2025

    Self-Harm: Saat Remaja Berteriak dalam Diam

    06/14/2025
    Leave A Reply Cancel Reply

    Top Posts

    Ketenangan Jiwa dalam Zikir dan Doa

    05/09/20252,665

    Kenapa Gen Z Gampang Overthinking?

    06/12/20251,156

    Bumi Tak Butuh Kita Tapi Kita Butuh Bumi

    06/12/20251,032

    Menjaga Ruh Al-Mudarris (Jiwa Guru) Tetap Menyala di Era Artificial Intellegence

    11/26/2024532
    Don't Miss
    Top News

    Syakir Daulay: Generasi Muda Tabagsel di Perantauan Perlu Belajar Huruf Tulak Tulak

    By admin@kopelmanews.com06/16/20255

    Huruf tulak tulak atau yang sering kita dengar aksara Mandailing ini kan warisan leluhur kita dari Mandailing yang sudah ada sejak lama yang merupakan metamorfosa huruf Pallawa

    Mengapa Kita Perlu Berhenti Menyamakan Bahasa Arab dengan Arab Melayu

    06/15/2025

    Sikap Mahasiswa Aceh di Libya atas Polemik 4 Pulau Aceh

    06/15/2025

    Kesadaran Kesehatan Meningkat, Tapi Apakah Gaya Hidup Kita Sudah Mengikutinya?

    06/15/2025
    Stay In Touch
    • Facebook
    • Twitter
    • Pinterest
    • Instagram
    • YouTube
    • Vimeo
    • LinkedIn
    • TikTok
    • Threads

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from SmartMag about art & design.

    About Us
    About Us

    KOPELMANEWS
    Jl. Teuku Nek, Lamtheun, Kec. Darul Imarah, Kabupaten Aceh Besar, Aceh

    We're accepting new partnerships right now.

    Email Us: admin@kopelmanews.com
    Contact: +62 851 1720 2024

    Facebook X (Twitter) YouTube WhatsApp
    Our Picks

    Syakir Daulay: Generasi Muda Tabagsel di Perantauan Perlu Belajar Huruf Tulak Tulak

    06/16/2025

    Mengapa Kita Perlu Berhenti Menyamakan Bahasa Arab dengan Arab Melayu

    06/15/2025

    Sikap Mahasiswa Aceh di Libya atas Polemik 4 Pulau Aceh

    06/15/2025
    Most Popular

    Ketenangan Jiwa dalam Zikir dan Doa

    05/09/20252,665

    Kenapa Gen Z Gampang Overthinking?

    06/12/20251,156

    Bumi Tak Butuh Kita Tapi Kita Butuh Bumi

    06/12/20251,032
    Stats
    © 2025 KN Team
    • Home
    • Buy Now

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.