Oleh
Dr. Abdul Rozak, M.Si.
Akademisi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta/ Pengurus DPP GUPPI dan Yayasan Perguruan Triguna Utama Tangerang Selatan
Pengantar
Saat ini kehidupan manusia sering disebut berada dalam era 4.0, era digital, era abad 21, era global dan era disrupsi teknologi. Di era globalisasi dan revolusi teknologi 4.0, orientasi pembelajaran tidak lagi dapat terpaku pada pola pembelajaran yang hanya asyik menggunakan pendekatan dan metode pembelajaran konvensional yang mengutamakan transfer pengetahuan (transfer of knowledge) secara satu arah dari guru kepada siswa. Memasuki pembelajaran di semester genap tahun ajaran 2024/2025 ini guru harus dapat menunjukkan jati dirinya sebagai GURU INOVATIF dalam pembelajaran.
GURU INOVATIF melaksanakan tugas keprofesian seperti pembelajaran bukan apa adanya, biasa saja, sama dengan semester lalu dan tahun sebelumnya. Melainkan setiap langkah pelaksanaan pembelajaran senantiasa mencerminkan adanya kreasi dan inovasi pembelajaran yang dilaksanakan baik pada saspek materi, metode, penyiapan alat peraga, media pembelajaran dan asesmen. Dengan demikian GURU INOVATIF selalu merasa bersalah bila tidak melakukan kreasi dan inovasi dalam pelaksanaan tugas keprofesian atau pembelajaran. GURU INOVATIF selalu siap menjawab tantangan, mene,ukan solusi terbaik, tidak mengeluh dan membiarkan tantangan tanpa jawaban.
Pendidikan masa kini menuntut adanya pendekatan dan metode baru yang relevan dengan perkembangan zaman, karakter peserta didik yang sekarang berada dalam kelompok gen Z dan gen A dimana menunjukkan karakteristik yang amat berbeda dengan karakter generasi sebelumnya. Karena itu perlunya REORIENTASI PEMBELAJARAN oleh guru seperti implementasi pembelajaran berbasis luaran (outcome based education = OBE), berbasis kompetensi, teknologi, kolaborasi dan adaptasi.
Hal tersebut sejalan dengan pandangan pakar pendidikan, yang menyatakan bahwa pembelajaran harus menciptakan individu yang tidak hanya menguasai pengetahuan, tetapi juga memiliki keterampilan abad ke-21, yaitu berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi (Trilling & Fadel, 2009). Pendidikanmerupakan rekayasa individu dan sosial untuk masa depan bukan untuk saat ini atau masa lalu bagi peserta didik.
Ada empat hal penting yang harus difahami oleh para guru dalam kaitan dengan dunia pendidikan saat ini dan ke depan sebagaimana yang dirumuskan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Keempat hal tersebut yaitu : 1. Perubahan masa depan yang sulit diprediksi; 2. Bonus demografi 2035 dan visi Indonesia emas 2045; 3. Permasalahan mutu pendidikan yang meliputi tingkat literasi rendah, numerasi rendah seperti hasil PISA, pembelajaran belum berorientasi higher order thinking Skills (HOTS), dan ketimpangan mutu pendidikan; 4. Pembentukan kompetensi masa depan.
Perlunya Reorientasi Pembelajaran yang Relevan dengan Konteks Kekinian
Menurut John Dewey, pembelajaran yang relevan dengan konteks ruang dan waktu harus berbasis pada pengalaman dan kebutuhan siswa. Dalam bukunya Democracy and Education, Dewey (1916) menyatakan bahwa pendidikan harus dapat membantu siswa memahami dan menyadari peran mereka dalam masyarakat dan mempersiapkan mereka untuk menjadi warga negara yang aktif dan kontributif serta produktif.
Pandangan tersebut selaras dengan pendekatan kontekstual dan empirik atau link and match yang menekankan perlunya relevansi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari dan kondisi tantangan serta peluang yang akan dihadapi peserta didik. Karena itu guru harus mampu melaksanakan pola belajar secara tepat dengan memperhatikan paradigma belajar yaitu learn, relearn dan unlearn sejalan dengan kondisi dan tantangan yang ada.
Sementara itu, Paulo Freire dalam Pedagogy of the Oppressed (1970) menyoroti pentingnya pendidikan sebagai wahana untuk pemberdayaan. Ia berargumen bahwa siswa harus menjadi subjek aktif dalam proses belajar, bukan objek pasif yang hanya menerima informasi. Hal ini relevan dengan pembelajaran abad ke-21, di mana partisipasi aktif siswa diperlukan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah. Untuk itu menjadi relevan bila guru menerapkan salah satu pendekatan pembelajaran yang disebut DEEP LEARNING yang di dalamnya mencakup MINDFUL LEARNING, MEANINGFUL LEARNING DAN FAN/JOYFUL LEARNING.
Berikut beberapa langkah REORIENTASI PEMBELAJARAN yang semestinya dapat dilakukan oleh GURU agar kondisi dan iklim pembelajarannya relevan dan kontekstual, yaitu :
- Pembelajaran Berorientasi pada Capaian Kompetensi (Competency-Based Learning) dan Outcome Based Learning (OBL)
Pembelajaran berbasis capaian kompetensi merupakan suatu paradigma atau kerangka pikir dan kerangka kerja pendekatan yang memprioritaskan pada penguasaan kecapakan dan pengetahuan tertentu serta soft skills sebagai satu keutuhan hasil belajar yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja dan masyarakat. Sebagai contoh, siswa diharapkan mampu mengintegrasikan teori dan praktik serta sikap positif untuk menyelesaikan masalah nyata di dunia kerja. Meminjam istilah Bloom (1956), pembelajaran harus berbasis taksonomi tujuan pendidikan tingkat tinggi agar dapat membantu siswa tidak hanya memahami konsep, tetapi juga menerapkannya secara nyata, kemampuan mengkreasi dan menginspirasi serta merefleksi. - Integrasikan Teknologi dalam Pembelajaran melalui Pendekatan TPACK
Teknologi menjadi salah satu elemen kunci dalam pendidikan di era kekinian atau era digital. Platform pembelajaran daring, seperti Learning Management Systems (LMS) dan aplikasi digital lainnya dapat memberikan fleksibilitas bagi siswa untuk belajar secara mandiri sesuai dengan kecepatan mereka. Selanjutnya, pembelajaran berbasis teknologi digital juga memberikan dukungan personalisasi pembelajaran (learning personalize) yang lebih adaptif terhadap kebutuhan siswa (Selwyn, 2011). Karena itu UNESCO (2020) menegaskan bahwa teknologi (teknologi digital) dapat menjadi alat yang kuat untuk memperluas akses pendidikan, di era surplus data dan informasi (big data) saat ini dan adanya disrupsi teknologi. - Pembelajaran Berbasis Inovasi
Pendekatan ini menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran dan mendorong mereka untuk bekerja secara kolaboratif dalam menyelesaikan berbagai aktivitas pembelajaran seperti mengerjakan proyek nyata. Pendekatan ini sejalan dengan teori konstruktivisme yang dikemukakan oleh Vygotsky (1978), yang menekankan pentingnya interaksi sosial pada diri pembelajar dalam proses pembelajaran aktif, inspiratif, produktif, dan reflektif. Dalam konteks kekinian, siswa dapat mengerjakan berbagai aktivitas secara mandiri seperti dalam satu proyek berbasis isu global, sebagai misakl masalah keberlanjutan lingkungan atau kecerdasan buatan, sehingga relevan dengan tantangan zaman. - Pembelajaran Berbasis Karakter unggul dan Keterampilan Sosial
Di tengah kompleksitas dunia global dan digital saat ini, pendidikan dan penguatan karakter unggul menjadi komponen esensial untuk membentuk individu yang tangguh dan beretika. Lickona (1991) mengemukakan bahwa pendidikan karakter harus dikuatkan dengan mengintegrasikan nilai-nilai moral atau karakter dalam setiap aspek pembelajaran. Dengan demikian, siswa tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas secara moral, spiritual, sosial seperti memiliki empati, integritas, dan tanggung jawab sosial. - Kurikulum yang Adaptif dan Dinamis
Kurikulum dan materi pembelajaran disusun secara esensial dan relevan serta harus dirancang dengan fleksibilitas dan adaptif yang memungkinkan adanya adaptasi terhadap perubahan sejalan dengan kebutuhan siswa yang belajar untuk masa depan dan kebutuhan masyarakat. Atau dunia usaha dan dunia industri termasuk juga integrasi isu-isu global, seperti perubahan iklim, pembangunan keberlanjutan, kewargaan global dan kewargaan digital. - Pendekatan Holistik dalam Pembelajaran
Tantangan yang dihadapi saat ini begitu kompleks dan sering berada dalam situasi dan kondisi yang tidak dapat diprediksi, maka pola pembelajaran dalam era kekinian perlu berorientasi pada pengembangan kecakapan kompetensi manusia secara holistik, mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hal ini sejalan dengan teori pendidikan Benjamin Bloom (1956). Karena itu pendekatan holistik dan integratif dalam pembelajaran menjadi keniscayaan dan tuntutan yang harus dilaksanakan guru.
Kesimpulan
Orientasi pembelajaran yang tepat dan relevan dengan konteks kekinian adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa, berbasis kompetensi luaaran, dan mengintegrasikan teknologi serta nilai-nilai karakter. Pendidikan harus responsif terhadap perubahan zaman, mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan global, dan menciptakan individu yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berdaya saing dan bermartabat bagi dirinya, keluarga dan bangsanya.
Untuk mencapai capaian tersebut, kolaborasi antara pendidik, orang tua, masyarakat stakeholder, pembuat kebijakan, dan masyarakat umjm lainnya sangat diperlukan. Dengan menerapkan pendekatan ini, sistem pendidikan dapat menghasilkan generasi yang adaptif, inovatif, dan mampu memberikan kontribusi positif bagi dunia.
Dengan reorientasi pembelajaran yang tepat, sistem pendidikan dapat menciptakan individu yang tidak hanya siap menghadapi tantangan masa kini, tetapi juga mampu memberikan kontribusi positif bagi masyarakat di masa depan. Implementasi yang konsisten dan dukungan dari berbagai pihak menjadi kunci untuk mewujudkan hal ini.